Di tangan-tangan orang kreatif, sampah yang selama ini menjadi masalah bisa dimanfaatkan dan dibuat menjadi karya bernilai ekonomis. Seperti yang dilakukan LM Rajabul Akbar, kepala desa (Kades) Dasan Lekong, yang mengubah limbah styrofoam menjadi berbagai produk menarik.
SUPARDI, Lombok Timur
HALAMAN rumah dengan ukuran cukup besar itu terlihat tertata dengan rapi. Potpot bunga ditempatkan di bagian depan rumah, terlihat unik dan mewah. Sepintas pot-pot bunga itu terbuat dari potongan kayu. Tak jauh dari sana, di gudang yang berada di samping rumah, menumpuk styrofoam. Rupanya, barang bekas inilah yang menjadi bahan dasar pembuatan pot bunga maupun benda lain, seperti meja, bangku, hingga bata hiasan dinding.
Adalah Kades Dasan Lekong, Kecamatan Sukamulia, LM Rajabul Akbar di balik ide memanfaatkan styrofoam. Bermula pada 2020 silam karena melihat tumpukan styrofoam bekas mie instan di sejumlah tempat. ”Sampah jenis ini kan tidak bisa lebur. Dari sana saya mulai berpikir untuk mengolahnya,” terangnya, Selasa (30/7).
Produk yang pertama kali dibuat adalah pot bunga, kemudian bata hiasan dinding. Pada tahun itu ia kemudian mengikuti lomba Teknologi Tepat Guna (TTG) tingkat kabupaten d e n g a n m e m b aw a k a n produk hiasan dinding berbahan limbah styrofoam.
Inovasi ini akhirnya menjadi yang pertama se-NTB bahkan Indonesia. Sebab dari grup bank sampah seIndonesia belum ditemukan ada yang bisa mengolah limbah styrofoam.
”Kita kan punya grup bank sampah se Indonesia dan penggiat lingkungan. Saya lihat tidak ada yang mengolah limbah styrofoam ini. Makanya pertama di NTB bahkan se-Indonesia,” katanya. Sejak itu, produk yang dihasilkan banyak dilirik dinas-dinas di Lotim. Bahkan berhasil menarik perhatian Wakil Gubernur NTB saat itu.
Disebutkan, produk yang banyak diminati adalah meja dan kursi untuk ruangan terbuka. Permintaan tidak hanya datang dari NTB, namun juga dari sejumlah daerah, seperti Riau, Bali, Jawa dan lainnya. Namun dirinya belum bisa mengirimkan karena terbentur dengan ongkos kirim yang terlalu mahal tidak sebanding dengan harga produk.
Sejak 2020 itu, hampir ribuan produk telah dibuat dan puluhan ton sampah styrofoam sudah diolahnya. Styrofoam itu didapatkan dari pedagang buah di Lotim secara cuma-cuma. Beberapa juga diambil langsung dari tumpukan sampah dan bekas karangan bunga di kantor -kantor pemerintahan.
”Meja kursi ini meskipun berbahan styrofoam tapi sangat kuat, tidak mudah pecah. Semua bahannya dari sampah styrofoam, tinggal kita tambahkan pasir dan semen saja,” katanya.
Berkat Inovasinya ini, Ia kerap mendapatkan berbagai penghargaan di tingkat nasional. Salah satunya sebagai kepala desa pembawa perubahan dan kreatif di Indonesia. Sejak itu ia juga kerap diundang mengisi materi terkait edukasi pengolah limbah di berbagai daerah di Indonesia.
”Terakhir saya jadi pemateri di salah satu SMP di Blitar. Produk ini bahkan dikatakan menjadi temuan pertama di Indonesia,” katanya.
Disebutkan, tujuan utama pembuatan produk-produk ini bukan persoalan bisnis semata. Namun bagaimana bisa mengedukasi masyarakat untuk mengolah sampah. Terutama sampah styrofoam yang tidak bisa terurai dan lebur meski bertahun-tahun dan banyak mengapung di laut.
Selain mengolah sampah styrofoam, ia juga mengolah sampah organik sebagai bahan pakan maggot. Saat ini maggot yang dihasilkan juga sudah cukup banyak dan bisa panen dalam jumlah puluhan kilogram per sekali panen .
”Kita bagikan ember ke masyarakat untuk menaruh sampahnya, kemudian itu kita ambil untuk bahan makanan maggot. Bahkan sekarang kami juga sudah punya mesin pencacah sendiri dan itu hasil kreativitas warga juga,” tandasnya